Sepenggal Kisah Masa Kecil

Ende, 3Tungku | Kebun Ladang orang Ende Lio sering Menyebutnya dengan bahasa daerah yaitu Uma selain itu juga khusus orang Wologai kecamatan Ende biasa menyebutnya dengan Ogo. 

Waktu saya masih berumur 11 tahun lebih orang tua sering menyuruh saya jika pulang sekolah harus pergi menjaga Kera/monyet ( jaga Ro,a) di Ogo tersebut karena Ogo/Uma yang baru buka dekat dengan hutan dan keberadaan monyet paling banya. 

Saya pada waktu itu baru kelas 5 SD di SDI Wologai. Orang tua saya sering mengatakan begini kalau Ogo kita mau mendapatkan hasil yang berlimpah tentu harus rajin ke kebun dan yang namanya Kera harus di jaga disaat mulai menanam jagung,padi ataupun lainnya. Disaat Tanam biasanya monyet sudah mulai Serang/ mulai dirusakinya. 

Kelas 5 SD pada waktu itu berbeda dengan kelas 5 saat sekarang, bahkan SMP saat ini. Dulu selepas pulang sekolah jarang tinggal di rumah kebanyakan pergi mengikuti orang tua ke kebun. Sehingga tidak heran saat ini saya masih mengenali tanaman pangan baik yang tanam orang tua maupun pangan yang ada di hutan atau tanaman liar. 

Menjaga Kera dulu adalah bagian dari perkerjaan anak-anak mulai saat pulang sekolah ataupun yang tidak sekolah. Rutinitas kami sebagai anak untuk menjaga kerja sudah di beritahukan orang tua di saat makan malam bersama disitulah Nasihat dan pemberian tugas di berikan oleh orang tua.
Uma/ Ogo didalamnya ada tanaman pangan yang bisa dimakan oleh kita disana yang di tanam itu mulai dari Jagung,padi, kacang-kacangan, Sayuran, buah-buahan, bumbu rempah serta ubi -ubian.

Kebun kami waktu itu terletak di wilayah adat Tanah Ngamu Rhangga Ledaseko sebalah barat. Nama kebun (Ogo)kami yakni Zia Kaki. 

Nama Zia kaki ini adalah nama tempat dan sampai saat ini saya juga belum mengetahui apa arti dari nama tersebut.

Pengelaman dulu memberi gambaran kepada saya bahwa kerja kebun ladang untuk mendapatkan hasil yang memuaskan orang tau tidak pernah absen ke kebun artinya waktu hari-hari mereka harus ke kebun. Rutinitas ke kebun/ Ogo memang tujuan utama karena dari hasil kebun/Ogo tersebut bisa memenuhi kebutuhan hidup rumah tangga kami.

Dan memang kebun kami di Zia kaki mendapatkan hasil yang memuaskan mulai dari hasil jagung hingga padi. 

Orang tua dulu sering menyebutkan jika hasil panen kebun ladang berlimpah itu dengan sebutan Are ngasu ,Jawa ngasu artinya hasil panen kebun ladang itu sangat banyak dan memuaskan bagi seorang petani.

Sekarang ini sebutan itu sudah mulai sirna, jarang sekali mendengar sebutan itu. Dulu mendengar sebutan itu sudah menunjukkan bahwa orang tersebut adalah orang berada di sisi sumber makanan. 

Seusia saya seperti ini saya jarang sekali mendengar sebutan are ngasu, Jawa ngasu. Sekarang ini hanya banyak mendengar keluhan. Dulu di kalangan petani jarang sekali mendengar tuntutan petani atau masyarakat kepada negara/ pemerintah. Sekarang banyak sekali tuntutan,baik yang direncanakan maupun lewat porposal.

 Kita belajar dari sejarah, dulu di masa pemerintahan Soekarno - Soeharto, kondisi masyarakat masih tercekam dalam era penindasan, baik itu secara fisik maupun secara psikologis. Namun dengan kondisi ketertindasan itu rakyat didorong untuk bekerja dan membangu kondisi perekonomian keluarga benar- benar di pacu.

Masyarakat khusus petani di desa jarang sekali ada sentuhan dari pemerintah, tetapi misi pemerintah untuk membangun Masyarakatnya di respon benar-benar masyarakat di desa dan di kampung. Masyarakat di dorong dengan swadaya dan kerja gotong- royong toh hasilnya pun rasakan masyarakat itu sendiri. Selain itu di bidang pembangunan benar-benar di jaga. 

Sekarang ini saya melihat dengan perkembangan teknologi yang serba modern masyarakat malah semakin mengeluh, jarang untuk berkerja di kebun untuk peningkatan sumber pangan. Teknologi semakin canggih tetapi Nya makan beras impor. Lahan di biarkan kosong. Lahan juga hanya di isi dengan tanaman industri yang hasil kebunnya hanyalah milik industri yang harganya pun di tentukan oleh industri itu. 

Saya merasa semuanya sudah terbalik, perkembangan dunia dengan teknologi membuat banyak rekayasa, mulai dari cara berpikir hingga rekayasa tanaman. Semuanya di penuhi dengan cara berpikir ketergantungan. Bicara konsep mandiri tetapi ujung-ujungnya memintah juga. Ah memang dunia ini sudah aneh. Manusia pun juga sudah aneh. 

Kembali lagi ke persoalan mendasar kita adalah ketiadaan petani dalam mengembang tanaman pangan. Sekarang ini kalau bicara terkait pangan memang menjadi hal yang baru. Mulai pemerintah sampai masyarakat mendiskusikan ulang terkait dengan pangan, padahal itu sebenarnya bagian yang tidak terpisahkan dari aktivitas petani di desa. 
Banyak sekali petani kita mengaku petani tetap tidak punya lahan, lahan ada tidak ada tanaman, lahan hanya di penuhi dengan tanaman milik industri. Semoga tulisan ini bisa menjadi pemicu untuk mulai berdiskusi. Bersambung...

Ditulis oleh: Jhuan Mari





Posting Komentar

0 Komentar