Foto.Jhuan/ Tu are ke tokoh adat |
Ende, Wologai- 3 Tungku | kembangkan pangan Lokal menjadi yang utama dalam pelakasanaan seremonial adat. Berbicara pangan local sangat berhubungan erat bersama kebudayaan masyarakat adat setempat. Di wilayah adat Tanah Ngamu Zangga ledaseko desa Wologai kecamatan Ende mosalaki kembali tegaskan hukum adatnya kembali kembangkan pangan lokal.
Menurut Kornelis Keta Mosalaki Tanah Ngamu zangga Ledaseko
mengatakan bahwa siklus bercocok tanam bagi petani adalah bagian dari rentetan
seremonial adat, mulai dari buka lahan baru, tanam, sampai pada penen dan makan
semuannya itu dilalui dengan seremonial adat.
Serangkaian acara Adat yang dijalankan oleh masyarakat adat
setempat dikenal dengan Pati ka tana seti
Uta watu dalam artian ucapan syukur
dan terima kasih kepada alam semesta dan minta restu leluhur untuk kembali
mulai membuka kebun baru dan bercocok tanam. Diacara Seremonial adat yang
dilakukan, kewajiban dari fai warhu ana arho membawa are (beras) 2 kg yang di
isi dengan bakul. Moke Boti ( tuak 1 botol) dan Ayam 1 ekor
Seremonial Adat itu dilakukan pada 6 Agustus 2022 bertempat
di kampung Ledaseko desa Wologai. Dan biasanya digelar setiap tahun ketika
mulai membuka kebun baru untuk menanam.
Dalam seremonial Adat itu Kornelis Keta mosalaki Ngamu
Rhangga ledaseko menegaskan hukum adat agar penggarap di Tanah Ngamu Zangga
harus membuka kebun baru untuk mengembangkan pangan lokal.
Kornelis juga menuturkan bahwa selain buka kebun baru,
sebagai penggarap atau fa'i warhu ana
arho juga menjaga Alam dan
lestarikan hutan dengan cara tidak membuka hutan.
Tidak hanya itu, Kata Kornelis bahwa kayu-kayu yang sudah menjadi area larangan di
wilayah hutan adat dilarang untuk mengambilnnya dan jika yang menggunakan mesin
sensor untuk memotong kayu tanpa jalur mosalaki akan di kenakan sangsi.
" Kali ini kita buka kebun baru di lokasi yang telah di
berikan oleh mosalaki. Kita kelola lahan itu untuk pengembangan pangan lokal
dan juga penanaman kembali pohon", kata Kornelis.
Dia juga menjelaskan bahwa dengan dijalankan seremonial Adat
ini maka dalam 1 minggu mosalaki akan memulai dengan wau ngeti atau kaki kuru yang artinya
pemangku adat akan memulai buka kebun baru dan kurun waktu 1 Minggu dan masuk
Minggu ke 2 sudah bagiannya penggarap atau fa'i
warhu ana arho.
Seremonial Adat Pati
ka tanah seti Uta watu merupakan salah satu rangkaian acara adat yang sudah
di wariskan secara turun -temurun.
Pada masa nenek moyang dulu atau leluhur dulu di mulai
dengan buka lahan yang dilakukan Secara berpindah -pindah dari lahan yang 1 ke
lahan yang lainnya.
Lahan berpindah ini dengan maksud agar humus tanah kembali subur kemudian baru di kelola lagi menjadi kebun pangan.
Dari warisan sejarah perjalanan kerja pertanian oleh leluhur yang ada di tanah Ngamu Zangga fokus utama adalah tanaman pangan. Tanaman pangan menjadi tujuan utama sebab dalam menjalankan Seremonial Adat Pati ka Tanah seti Uta watu harus pangan dari hasil kebun yang di kerjakan, dan itu semua berjalan setiap tahun.
Pati ka tanah Seti Uta
watu adalah sebuah seremonial yang di jalankan sebagai petunjuk untuk
memulai dengan kebun baru, dan sebagai Mosalaki harus meminta restu dari
leluhur dan Alam semesta agar dalam bercocok tanam membuahkan hasil yang
berlimpah.
Sadar atau tidak untuk Daerah Flores pada umumnya dan di
desa Wologai pada khususnya, berbicara pangan Lokal dan lingkungan itu
berkaitan erat dengan seremonial adat setempat dan juga berhubungan dengan
kehidupan manusia. Manusia hidup butuh lingkungan dan pangan, jadi untuk
penghidupan berkelanjutan alam semesta harus dilindungi oleh manusia itu
sendiri.
Dalam seremonial Adat tersebut turut terlibat Yayasan Tananua
Flores tokoh adat di wilayah perbatasan, pemerintah desa Wologai dan pemerintah
Desa Boafeo.
Pada kesempatan yang sama Direktur Yayasan Tananua Flores
diberikan kesempatan untuk menjelaskan beberapa informasi penting terkait
pengembangan pangan lokal, konservasi mata Air dan kebencanaan.
Dalam Forum adat itu Bernadus mengatakan bahwa saat ini persoalan
pangan menjadi salah satu isu dunia. Berbicara pangan Lokal kata Bernadus
hubungannya dengan penghidupan manusia. Sebab, manusia itu butuh makan, butuh
tempat untuk bertahan hidup. Jadi sangat jelas jika sebagai petani dan
masyarakat adat menjaga lingkungan dan hutan tentu hidupnya akan aman tentram
dan sebaliknya.
Bernadus juga menyampaikan bahwa desa Wologai menjadi salah
satu desa dampingan Yayasan Tananua Flores dengan sasaran pada peningkatan
Sumber daya manusia dalam pengembangan pangan lokal, mitigasi perubahan Iklim
serta kebencanaan.
Direktur Tananua memberikan apresiasi kepada pemerintah desa
Wologai serta Mosalaki yang ada di wilayah itu karena sudah mulai mengembangkan
pangan lokal. Dari Tananua Flores Bernadus mewakili Yayasan Tananua mengucapkan
terima kasih kepada seluruh masyarakat adat, pemerintah desa serta Tokoh adat
di ledaseko. ***(JF-MARI)
0 Komentar