![]() |
Penandatanganan MoU WALHI NTT dengan SMP SATAP 4 Komodo (foto doc. WALHI) |
KUPANG 3TUNGKU –Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Nusa Tenggara Timur mengembangkan satu kurikulum baru berbasis pendidikan ekosistem komodo yang diterapkan di SMPN 4 SATAP Pulau Komodo, Manggarai Barat, NTT. Kesepakatan bersama ini ditandai dengan penandatanganan (teken) nota kesepahaman secara bersama yang termuat dalam bentuk Memorandum of Understanding (MoU) tentang Pengembangan Kurikulum Pendidikan Ekosistem Komodo, yang dilakukan pada Kamis, 15 Juni 2023 di SMPN 4 SATAP Pulau Komodo.
Penandatanganan
MoU tersebut dilakukan sendiri oleh Direktur WALHI NTT, Umbu Wulang Tanaamah
Paranggi, S.Sos bersama Kepala Sekolah SMPN 4 Satap Pulau Komodo, Ahmad Malik,
S.Pd,dan disaksikan oleh para guru serta staf WALHI NTT.
Kepala
Sekolah SMPN 4 SATAP Pulau Komodo, Ahmad Malik, S.Pd, dalam sambutannya mengatakan,
pertemuan tersebut merupakan tindak
lanjut dari rencana besar antara sekolah dengan WALHI NTT yang sebelumnya dilakukan via daring.
"Pembahasan
waktu itu mengenai penyelipan muatan materi tentang satwa komodo ke mata
pelajaran muatan lokal pada kurikulum kita. Satu hal yang mendasari kesepakatan
ini adalah kekhawatiran akan terputusnya pengetahuan tentang ekosistem komodo
yang akan dialami langsung oleh generasi Ata Modo. Kami membuka ruang
kolaborasi yang seluasnya kepada semua pihak yang ingin membangun bangsa ini
melalui pendidikan khususnya di NTT,” kata Ahmad.
Kepala
sekolah Ahmad melanjutkan, dalam mengampu mata pelajaran ini para guru akan
menyepakati guru mata pelajaran Muatan Lokal tetapi akan diputuskan dalam
Musayawarah Guru Mata Pelajaran tersebut.
“Rencana
operasional tersebut akan dilaksanakan pada awal Juli 2023 yangmana akan
disisipkan ke dalam mata pelajaran muatan lokal menggantikan materi tata boga,”
lanjut Ahmad Malik, S.Pd di sela-sela diskusi bersama.
Sedangkan bahan ajar akan menggunakan berbagai
sumber dari hasil riset yang dipublikasikan di website resmi Yayasan Komodo
Survival Program dan juga materi tentang sejarah Ata Modo yang diperoleh
melalui metode wawancara dengan narasumber yang terdiri dari tokoh adat dan
masyarakat setempat.
“
Setelah semua berjalan, kita akan melakukan evaluasi pada akhir tahun pelajaran
sembari mempersiapkan kurikulum lengkapnya,” ujar Ahmad Malik.
Sementara
itu Direktur WALHI NTT, Umbu Wulang Tanaamah Paranggi, S.Sos, menuturkan hingga
saat ini fakta yang ada dan tidak perlu dibantah adalah kampus kita minim
literasi tentang keanekaragaman hayati endemik NTT. Kurikulum pendidikan kita masih
terpaku pada kurikulum formal yang diturunkan dari pusat sehingga yang
dipelajari siswa hanya monoton tentang pengetahuan umum dari kurikulum yang
ada.
“Ruang
akademik jarang membahas secara spesifik tentang komodo, cendana, kura – kura leher
ular bahkan belum memberanikan diri untuk melakukan riset yang mendalam maupun
menyiapkan literatur tentang kekayaan sumber daya alam kita. Keterbatasan itu
harusnya segera dievaluasi agar bisa mendapatkan atensi bersama,” ungkap Umbu
Wulang.
Lebih
lanjut Umbu Wulang menuturkan, sebagai organisasi masyarakat sipil, WALHI NTT
juga berharap agar terus ada keterhubungan untuk mendorong pendirian akademi
ekologi di NTT.
“Ini
mimpi kita ke depannya yaitu memiliki akademi ekologi sebagai Bahan Ajar di
sekolah – sekolah,” tuturnya.
Selain
tenaga pengajar dan siswa, komponen penting lain yang menunjang tercapainya
tujuan pendidikan adalah bahan ajar. Bahan ajar dapat diartikan sebagai suatu
perangkat atau sarana maupun alat pembelajaran yang berisi materi pembelajaran,
metode, batasan – batasan, dan cara mengevaluasi yang dirancang dengan menarik
dan secara sistematis.
Adapun
agenda pembahasan yang disepakati bersama untuk dibincangkan adalah :
• Perencanaan
• eksekusi penyampaian materi
pembelajaran
• evaluasi
0 Komentar