![]() |
Tumpukan sampah yang berserakan di TPA Alok (foto WALHI NTT) |
KUPANG 3TUNGKU – Tanggal 7 September ditetapkan
Perserikatan Bangsa – Bangsa (PBB) sebagai Hari Udara Bersih Sedunia (HUBS)
sebagai salah satu bentuk kampanye untuk mengatasi permasalahan udara bersih di
dunia.
PBB
menetapkan Hari Udara Bersih Sedunia ini dimaksudkan untuk mendorong minat
masyarakat dunia dalam meningkatkan kualitas udara sehat, termasuk mengurangi
polusi udara demi kesehatan seluruh umat manusia.
Dalam
memperingati HUBS 2023, WALHI NTT
berkunjung ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) di Kelurahan Alak, Kota Kupang yang
selama ini dijadikan sebagai TPA sebagaimana yang telah tertuang dalam UU No.
18 Tahun 2008, TPA merupakan tempat dimana sampah mencapai tahap akhir dalam
pengelolaannya, yaitu pembuangan.
Dalam
kunjungan ke TPA Alak pada Rabu (06/09/2023), WALHI NTT menemukan sejumlah
persoalan yang erat kaitannya dengan udara bersih karena proses pengelolaan
sampah di TPA Alak menggunakan sistem tebuka atau open dumping dimana metode
open dumping ini hanya membuang sampah begitu saja dalam sebuah tempat
pembuangan akhir tanpa ada perlakuan apapun.
Menurut
WALHI NTT metode ini sangat mengganggu kesehatan dan kelestarian lingkungan
karena menyebabkan polusi udara yang berpotensi menyebabkan berbagai penyakit
bagi warga sekitar.
Karena
itu, WALHI mengingatkan pemerintah Kota Kupang agar segera mengubah metode pengelolaan
sampah di TPA Alak. Metode open dumping tidak layak diterapkan di TPA Alak
karena sangat mengganggu kenyamanan warga sekitar, juga berpotensi mencemarkan
lingkungan apalagi sudah terlihat dan dirasakan secara langsung oleh warga
sekitar, seperti polusi udara, bau busuk dan gas yang dihasilkan dari TPA
tersebut.
Selain
itu, di lokasi tersebut terjadi perkembangan binatang perantara penyakit,
seperti lalat dan tikus. Belum lagi polusi air akibat banyaknya lindi (cairan
sampah) yang timbul.
"Misalnya
saat kita memasuki kawasan TPA, selain bau anyir yang bersumber dari air limbah
sampah yang tercium dengan jelas, estetika lingkungan yang buruk karena
pemandangan yang kotor akibat sampah, juga terpampang dengan jelas di depan
mata," ujar WALHI NTT.
Dalam
kunjungan ke TPA Alak, WALHI NTT juga menyaksikan secara langsung, sejumlah
perempuan dan anak-anak yang bertahan hidup dengan menjadi pemulung. Mereka
mengorek sampah – sampah yang ada untuk mencari bahan – bahan yang bisa dijual
kembali ke para pengepul bahan daur ulang.
Sedangkan
dari sisi keamanan, WALHI mengatakan bahwa para perempuan dan anak-anak
pemulung tersebut, rentan mengalami gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh
pencemaran air serta udara dari sampah yang menumpuk di TPA Alak tersebut.
Untuk
itu, bertepatan dengan Hari Udara Bersih Internasional atau International Day
of Clean Air for Blue Skies yang bertemakan “Together for Clean Air”, WALHI NTT
mengajak seluruh elemen masyarakat maupun para steakholder untuk bersama – sama
mewujudkan udara bersih dan turut terlibat dalam menjaga lingkungan terutama
dalam mendorong kebijakan proses pengelolaan sampah di TPA, yang sesuai dengan
UU No. 18 Tahun 2008.
Selain
itu, kondisi di TPA Alak yang sangat terbuka, menurut WALHI NTT rentan terjadi
ancaman kebakaran seperti yang pernah terjadi pada 2022 dimana peristiwa
kebakaran saat itu sangat mengganggu kehidupan dan mobilisasi masyarakat di
Kelurahan Alak karena lingkungan sekitar yang tertutup kabut asap dan kepulan
asap yang bersumber dari TPA tersebut juga sangat memepengaruhi jarak pandang
para nelayan yang berada di wilayah laut sekitar.
Karena
itu, WALHI menekankan agar hal ini menjadi pembelajaran sekaligus peringatan
kepada Pemerintah Kota Kupang, untuk bisa memperhatikan proses pengelolaan
akhir sampah di Kota Kupang dengan baik.
"Salah
satunya ialah memperhatikan TPA Alak. Sebab mengakses udara bersih ialah hak
semua ciptaan Tuhan di muka Bumi. Tidak
hanya manusia tetapi juga hewan dan tumbuhan yang hidup di sekitar kita,"
tutup WALHI NTT.***(igento)
0 Komentar