KUPANG 3TUNGKU - Koalisi Advokasi Poco Leok yang terdiri dari AMAN, PPMAN,
JPIC SVD, JATAM, WALHI, SP Floratas dan beberapa lembaga advokasi lainnya
meminta agar majelis hakim yang akan
menangani Kasus Perbuatan Melanggar Hukum (PMH) oleh Bupati Manggarai,
Heribertus G. L. Nabit dapat memutuskan perkara tersebut secara adil,
professional dan independen dalam penegakkan hukum tanpa memandang status sosial
atau jabatan seseorang.

Aksi Masyarakat Adat Poco Leok untuk penolakan pembangunan proyek geothermal pada 5 Juni 2025 (dok. AMAN NB)
Hal ini dikatakan Marthen Salu dari Koalisi Advokasi Poco Leok, yang adalah salah
satu Kuasa Hukum Agustinus Tuju, warga Poco Leok yang menggugat tindakan Bupati
Heribertus yang menghalang – halangi aksi damai yang dilakukan Agustinus
bersama Masyarakat Adat 10 gendang di wilayah Poco Leok pada 5 Juni 2025 lalu.
Marthen melanjutkan gugatan terhadap bupati Manggarai tersebut telah
dilayangkan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Kupang pada tanggal 3 September
2025 melalui sistem online atau e-court dengan nomor register perkara
26/G/TF/2025/PTUN.KPG.
“Saat ini sidang pemeriksaan persiapan gugatan PMH telah berakhir kemarin,
9 Oktober 2025 dan tanggal 16 Okotber 2025 ini akan dilanjutkan sidang pokok
perkara dengan pembacaan gugatan,” kata Marthen dalam keterangannya terkait
gugatan pada Juma’t (10/10/25) di Kupang.
Marthen lebih lanjut menuturkan, sidang pokok perkara nanti ini akan
dilaksanakan secara daring sehingga para penggugat dan tergugat dapat
mengikutinya dari tempat mereka berada dengan diawali pembacaan gugatan secara
elektronik, dilanjutkan dengan proses jawab – menjawab antara penggugat dan
tergugat, serta pembuktian secara tatap muka. Pada tahap pembuktian, para pihak
akan mengajukan bukti – bukti berupa surat, saksi, dan saksi ahli.
Sementara itu Sinung Karto, Kepala Divisi Penanganan Kasus PB AMAN menyatakan
bahwa Bupati Manggarai diduga telah melakukan intimidasi terhadap peserta aksi
damai yang menyebabkan pembubaran paksa dan ketakutan di kalangan massa aksi.
Sinung yang adalah salah satu pendamping hukum Masyarakat Adat Poco Leok
ini menegaskan, dalam aksi damai tersebut Masyarakat Adat Poco Leok yang
dipimpin Agustinus Tuju tersebut, hendak menyampaikan aspirasi mereka tentang penolakan
terhadap proyek pembangunan geothermal yang berada diatas wilayah adat mereka. Dan
sebagai pejabat publik, bupati sesungguhnya berkewajiban untuk menerima dan
berdialog dengan masyarakatnya sehingga dapat mendengar aspirasi masyarakat
agar dapat mencari solusi terbaik bagi masyarakatnya ini.
“Tindakan pejabat publik seperti ini sesungguhnya telah melanggar hak dan
kebebasan masyarakat dalam menyampaikan pendapat didepan umum yang sesungguhnya
dijamin oleh undang – undang,” tegas Sinung.
Hal yang sama juga dikatakan Judianto
Simanjuntak, tim pendamping hukum lainnya yang menilai tindakan Bupati
Manggarai sebagai upaya pembungkaman terhadap hak demokrasi masyarakat yang
hendak menyampaikan aspirasi mereka terkait tanah dan hak hidup mereka. Dirinya
menekankan bahwa tindakan bupati Manggarai tersebut melanggar berbagai regulasi,
termasuk Undang – Undang Dasar 1945 dan Undang – Undang tentang Hak Asasi
Manusia.
“Tindakan bupati Manggarai itu termasuk dalam perbuatan melanggar hukum
oleh pejabat pemerintahan sesuai Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2019
dan Undang – Undang Administrasi Pemerintahan. Dan sebagai publik figur tidak
dibenarkan,” tutur Judiato.
Dalam gugatan ini, penggugat menuntut agar majelis hakim:
1)
Menyatakan tindakan Bupati Manggarai sebagai perbuatan melanggar hukum.
2)
Membatalkan tindakan penghalangan aksi damai pada 5 Juni 2025.
3)
Mewajibkan Bupati untuk tidak mengulangi tindakan tersebut.
4)
Memerintahkan Bupati meminta maaf secara terbuka melalui enam media
massa nasional.
Koalisi Advokasi Poco Leok menegaskan pentingnya gugatan ini sebagai upaya mempertahankan hak warga adat dan menuntut pertanggungjawaban pejabat publik. Pihak koalisi berharap majelis hakim dapat memutuskan perkara ini secara adil, profesional, dan independen.*** (igento)

0 Komentar